Sabtu, 30 Januari 2021

GURU, PERGUNU DAN KECAMATAN TANGGUL

 

GURU, PERGUNU DAN KECAMATAN TANGGUL

Oleh: Syaifudin Zuhri *)

 

 

Kalimat “Guru, PERGUNU dan kecamatan Tanggul dalam konteks pendidikan” jika di breakdown terdiri dari 3 (tiga) kata, yaitu Guru, PERGUNU dan Tanggul yang ditinjau dari sudut pandang bidang pendidikan.

A.   GURU

Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 30 tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS), Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Salah satunya yaitu pendidik yang terdiri dari yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.

Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Menurut Djamarah (2002:27) Sebagai pengajar guru bertugas menuangkan sejumlah bahan pelajaran ke dalam otak anak didik, sedangkan sebagai pendidik guru bertugas membimbing dan membina anak didik agar menjadi manusia susila yang cakap, aktif, kreatif dan mandiri. Menurut Aqib (2002:35) guru adalah faktor penentu bagi keberhasilan pendidikan di sekolah, karena guru merupakan sentral serta sumber kegiatan belajar mengajar. Lebih lanjut dinyatakan bahwa guru merupakan komponen yang berpengaruh dalam peningkatan mutu pendidikan sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan atau kompetensi professional dari seorang guru sangat menentukan mutu pendidikan di Indonesia.

Tugas guru sebagai seorang pendidik tidak hanya terbatas pada penyampaian materi/ pengetahuan kepada peserta didik, tetapi guru juga mempunyai tanggung jawab dalam membimbing dan mengarahkan peserta didiknya serta mengetahui keadaan peserta didik dengan kepekaan untuk memperkirakan kebutuhan peserta didiknya. Oleh karena itu, guru dituntut tanggap terhadap berbagai kondisi dan perkembangan yang mempengaruhi jiwa, keyakinan, dan pola pikir peserta didik. Dalam mengembangkan kompetensinya guru harus dapat meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya dalam mengembangkan pendidikan dengan cara: 1) mengikuti pelatihan, seminar, workshop, bimtek, diskusi ilmiah melalui KKG (kelompok kerja guru) lebih-lebih anggota pergunu harus mengikuti kegiatan yang digagas/dimotori oleh organisasi PERGUNU; 2) mengadakan/mengikuti lomba menulis artikel, karya ilmiah; 3) mengadakan bakti didik / bakti sosial bidang pendidikan; 4) meningkatkan literasi; 5) mengadakan studi banding, kampung/beranda baca baik digital maupun konvensional, sadar baca, penerbitan buletin, pembuatan media/alat peraga pembelajaran dan lain sebagainya.

Maka sangatlah tepat, jika guru bersosialisasi dengan/melalui organisasi/perkumpulan yang bersifat keprofesian. Disamping sebagai nilai tambah, relasi, entry point, karir, dan yang lebih penting adalah peningkatan kompetensi diri. Namun hal ini tidak serta merta kita peroleh tanpa ada kemauan kuat, dan perjuangan yang tidak mudah. Disisi lain adakalanya kita lalui dengan organisasi/perkumpulan sosial/kemasyarakatan yang ada di lingkungan tempat tinggal dengan harapan mendapat secercah asupan inspirasi dan aspirasi untuk diimplementasikan dalam lingkup pendidikan/kependidikan utamanya kepada anak didik kita dilembaga pendidikan masing-masing.

 

B.   PERGUNU

PERGUNU kepanjangan dari Persatuan Guru Nahdlatul Ulama, PERGUNU sebagai organisasi profesi yang mewadahi para guru/ustadz/dosen memiliki posisi strategis dalam menegakkan ukhuwah Islamiah, ukhuwahwathoniyah dan juga ukhuwah insaniyah serta cita-cita kemerdekaan Indonesia. Di samping itu, seperti organisasi induknya, PERGUNU memiliki sikap al-ikhlas (ketulusan), al-‘adalah (keadilan), at-tawassuth (moderasi), at-tawazun (keseimbangan), dan at-tasamuh (toleransi) sehingga mampu berkomunikasi, berinteraksi dan bersosialisasi dengan berbagai kalangan masyarakat Indonesia yang majemuk. Secara khusus, PERGUNU dalam kiprahnya diharapkan sebagai syuhud tsaqofi (penggerak intelektual) dan sekaligus sebagai syuhud hadlori (penggerak peradaban). Cita-cita luhur ini akan menjadi suatu keniscayaan manakala semua pihak mampu bekerja secara profesional dan senantiasa berjalan di atas rel yang digariskan oleh organisasi, antara lain PD/PRT dan ketentuan lainnya.

PERGUNU adalah organisasi profesi guru dilingkungan Nahdlatul Ulama. Untuk mewujudkan  maksud dan tujuan tersebut, PERGUNU secara optimal melaksanakan usaha-usaha sebagai berikut : 1) Membela, menjaga, memelihara dan meningkatkan harkat serta martabat guru melalui peningkatan kesejahteraan dan kesetiakawanan organisasi; 2) Meningkatkan kesadaran sikap, mutu dan kemampuan profesi guru, serta tenaga kependidikan lainnya; 3) Berperan aktif dalam mengembangkan sistem dan pelaksanaan pendidikan nasional yang Islami. Dilihat dari bentuk dan sifat PERGUNU berbentuk organisasi sosial kemasyarakatan dan bukan berbentuk Organisasi Politik, dan juga PERGUNU bersifat kekeluargaan dan independen, artinya non Pemerintah dan tidak berafiliasi kepada Organisasi Politik manapun.

Sangatlah tepat jika guru berlatar nahdliyyin atau beramaliah ahlussunnah wal jamaah berada dan berproses di dalam PERGUNU yang didalamnya tidak hanya diisi oleh para guru/pendidik tapi juga ustadz (pendidik/pengajar di lembaga pendidikan non formal) bahkan dosen dapat terlibat didalamnya. Tidak hanya cukup berproses dan mengabdi di PERGUNU ini tetapi ada yang lebih sangat penting dan utama dengan niat yang tulus, ikhlas dan mantap. Kita tancapkan di hati, yaitu ngalap barokah/berkah kepada ulama’ Sang Pewaris Nabi, penjaga dan pelestari Islam ahlussunnah wal jamaah dibumi Nusantara ini dan ikut membantu atau setidaknya mengikuti jejak Ulama (berikhtiar) turut serta membantu membumikan dan melestarikan Islam ahlussunnah wal jamaah demi anak cucu kelak dan estafet kepemimpinan agama, bangsa dan negara yang kita cintai ini sampai yaumil qiyamah. Wallahu’alam.

 

C.   TANGGUL

Tanggul merupakan nama kecamatan yang ada di Kabupaten Jember bagian barat yang mempunya luas 107,14 KM2, dengan jumlah penduduk pada tahun 2019 sebanyak 92.408 jiwa yang tersebar di 8 (delapan) desa yaitu: Darungan, Klatakan, Kramat Sukoharjo, Manggisan, Patemon, Selodakon, Tanggul Kulon, dan Tanggul Wetan. Dalam setiap kesempatan banyak tokoh/pengurus NU baik dari tingkat MWC (Majelis Wakil Cabang) sampai anak Ranting mengatakan bahwa masyarakat Tanggul Nahdliyyin mencapai 90 %-an, hal ini bisa dilihat dari beberapa indikator, diantaranya dari jumlah orang yang mempunyai kartu anggota, jumlah kepengurusan NU dan Banom, jumlah orang tahlilan, sholawatan, kegiatan rutinan baik malam musliminan dan muslimatan. Namun hal yang pasti jumlah tersebut belum valid (invalid) karena belum ada yang melakukan penelitian komprehensif. Mungkin kedepan dapat di angkat dan dijadikan bahasan dan diskusi oleh pihak-pihak berkepentingan baik secara organisasi maupun perorangan. Jika memang benar/mendekati kebenaran maka angka 90 % dari jumlah 92.408 jiwa adalah 83.167 jiwa angka yang sangat besar. Namun kelak akan muncul beberapa pertanyaan; pertama, apakah anak baru lahir sampai baligh masuk kategori nahdliyyin? Sementara mereka ada yang belajar di lembaga pendidikan non nahdliyyin atau tidak dengan cara dan lingkungan nahdliyyin. Kedua, apakah orang yang mengikuti tahlilan, sholawatan, kelompok kegiatan rutinan adalah orang yang berbeda? Kalau sama, berarti mengurangi jumlah dalam kelompok rutinannya. Ketiga, kalau pun sudah memiliki kartu anggota NU/BANOM NU bahkan menjadi pengurus (struktural), namun amaliahnya tidak sesuai dengan yang ada di NU, apakah itu disebut nahdliyyin? Tentu perlu bahkan wajib ada penelitian dan kajian mendalam yang melibatkan banyak pihak dan ini domainnya LAKPESDAM (Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia). Lembaga yang concern meneliti, mengkaji potensi dan pengembangan SDM ke-NU-an, termasuk lembaga pendidikan yang dikelola oleh tokoh/pengurus NU/Banom NU.

Lembaga pendidikan di Kecamatan Tanggul dalam data BPS Jember terdiri dari PAUD (Pendidikan Usia Dini), TK/RA (Taman Kanak-kanak/Raudhatul Athfal), SD/MI (Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah), SLTP/MTs (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama/Madrasah Tsanawiyah), SMA/MA/SMK (Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah/Sekolah Menengah Kejuruan) dengan jumlah keseluruhan lembaga pendidikan mencapai 168.

Berdasarkan data BPS Jember pada tahun 2019, sebagai berikut :

NO

DESA

PAUD

RA

TK

SD

MI

SLTP

MTs

SMA

MA

SMK

JUMLAH

1.

Tanggul Kulon

8

-

7

4

3

3

-

 

1

3

29

2.

Tanggul Wetan

1

2

7

7

2

3

2

1

1

 

26

3.

Klatakan

4

1

4

3

-

2

-

 

 

1

15

4.

Selodakon

3

-

3

4

-

1

1

 

 

1

13

5.

Darungan

4

3

6

6

5

1

1

 

 

 

26

6.

Manggisan

3

2

2

5

5

2

3

 

2

 

24

7.

Patemon

3

3

4

3

4

1

2

1

1

 

22

8.

Kramat Sukoharjo

3

-

1

4

1

2

1

 

1

 

13

JUMLAH

29

11

34

36

20

15

10

2

6

5

168

Data diatas lebih lengkapnya dapat di baca di

https://jemberkab.bps.go.id/publication/download.html?nrbvfeve=YTgxZjRjOWEwMGNjM2Y2MzcwZDJiODBm&xzmn=aHR0cHM6Ly9qZW1iZXJrYWIuYnBzLmdvLmlkL3B1YmxpY2F0aW9uLzIwMjAvMDkvMjgvYTgxZjRjOWEwMGNjM2Y2MzcwZDJiODBmL2tlY2FtYXRhbi10YW5nZ3VsLWRhbGFtLWFuZ2thLTIwMjAuaHRtbA%3D%3D&twoadfnoarfeauf=MjAyMS0wMS0yOCAwODoxNTowNQ%3D%3D

 

Dari angka 168 tersebut lembaga pendidikan ada yang berstatus negeri (Pemerintah) dan swasta (Yayasan/Lembaga/ORMAS), lembaga pendidikan swasta pada umumnya yang dikelola oleh tokoh/pengurus NU/Banom NU bisa sangat mumpuni jika ada pembelajaran ke-ASWAJA-an atau pembiasaan yang diwajibkan. Bahkan paham ke-ASWAJA-an dapat di formalkan atau dimasukkan kedalam kurikulum serta disusun sistem pembelajaran atau lingkungan ke-ASWAJA-an, seperti pada hari-hari tertentu, warga madrasah/sekolah diwajibkan menggunakan seragam / identitas ke-NU-an (NU/LP. Ma’arif / PERGUNU / berlogo NU / sejenis) dengan begitu akan sangat tampak bahwa NU di Tanggul lebih hidup dan berkembang, karena kita tahu dan banyak riset menyatakan bahwa peradaban bisa dikembangkan melalui pendidikan. Seperti kita ketahui sudah ada beberapa lembaga pendidikan non formal yang menerapkan sistem pembelajaran/lingkungan ke-ASWAJA-an/pendidikan ke-ASWAJA-an, seperti di Madrasah Diniyah, TPA/TPQ dan nama lain yang sejenis.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

1.    Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama tahun 2015

2.    Aqib Zainal. 2002. Profesionalisme Guru dalam Pembelajaran. Surabaya;Insan;

3.    Djamarah, Syaiful B. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta;Rineka Cipta;

4.    Koordinator Statistik Kecamatan Tanggul Kabupaten Jember. 2020. Kecamatan Tanggul Dalam Rangka Tahun 2020. Jember; Badan Pusat Statistik;

5.    Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga PERGUNU tahun 2016

6.    Tommy Suprapto. 2009. Pengantar Teori dan Manajemen Komunikasi Cet-8. Yogyakarta;MedPress;

7.    Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen

8.    Undang-undang Republik Indonesia Nomor 30 tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS)

 

 

 

*) Guru MIN 6 Jember dan PERGUNU TANGGUL

 

Rectangle: Folded Corner: Saran, masukan, dan koreksi 
dapat dikirim kealamat E-mail: pergunutanggul@gmail.com
Atau ke Sekretariat redaksi PERGUNU Tanggul, Jalan Kamboja Nomor 09
Lingkungan Krajan desa Tanggul Kulon HP. 085233338519, 085330201571
Kecamatan Tanggul Kabupaten Jember Provinsi Jawa Timur
 

 

 

 

 

 

 

 

 

Sabtu, 26 Desember 2020

Kamis, 10 Desember 2020

KISAH ABU NAWAS MENGGETOK KEPALA IMAM BESAR

KISAH ABU NAWAS MENGGETOK KEPALA IMAM BESAR


Pagi itu Abu Nuwas terkejut bukan main. Saat berjalan menuju masjid hendak salat Subuh, dia mendengar kalimat asing datang dari menara masjid. Awalnya dia tak yakin. Tapi, setelah menyimak dengan seksama, dia kaget muazzin melafalkan ‘’hayyal alal-jihaaad … ’’ dalam azannya.

Tergopoh-gopoh Abu Nuwas masuk masjid lalu mendekati sang muazzin yang baru selesai membawakan azan.

‘’Kamu ganti lafal hayya alash-shalaah dengan hayyal alal-jihaaaad? Siapa yang suruh? Itu bid’ah! Kamu mengarang ajaran yang tak diajarkan Rasulullah SAW,’’ tukas Abu Nuwas.

Si muazzin, dengan merasa bersalah, hanya bisa terdiam lalu menunjuk seseorang tinggi besar di shaf terdepan. Dia tengah bersiap-siap salat sunnah. Oh, ternyata Munakkil Al-Yamani yang menyuruh muazzin mengganti lafal azan barusan, gumam Abu Nuwas. Karena Munakkil yang biasa jadi imam saat itu hendak shalat sunnah, Abu Nuwas menahan diri untuk tidak bertanya kepadanya.

Usai salat Subuh dan berdoa, Munakkil Al-Yamani berdiri di depan jamaah lalu menyampaikan ceramah singkat seperti yang kerap ia lakukan usai salat Subuh. Dia mengaku sengaja memerintahkan muazzin mengganti lafal azan karena Baghdad saat ini sedang dalam kondisi genting. Kata Munakkil, pemerintah tidak suka pada Islam, ulama dikriminalisasi, khalifah membiarkan paham Assasin dari Persia berkembang lagi di Baghdad padahal paham ini dulu pernah dilarang. Pokoknya Baghdad sedang mencekam.

‘’Ingat, musuh sudah mengepung kita. Sebagai umat Islam kita harus berjihad di jalan Allah, kita harus siap perang. Makanya sejak Subuh ini dan seterusnya lafal azan akan diganti dengan hayya alal-jihaad agar umat siap perang,’’ katanya berapi-api.

Abu Nuwas tentu saja tak sabar ingin membantah sang imam. Tidak benar apa yang dikatakan imam berbadan tambun tinggi besar ini. Buktinya, masjid-masjid di Baghdad masih leluasa menyelenggarakan salat, para ustaz bebas berceramah, bahkan tidak benar paham Assasin dibiarkan berkembang lagi karena faktanya kantor dewan pimpinan pusat paham terlarang itu tidak ada di Baghdad. Dia segera angkat tangan:

‘’Wahai Imam Munakkil Al-Yamani yang terhormat, benarkah apa yang Anda ceramahkan itu. Jika benar, apa buktinya Islam sedang dimusuhi dan ulama dikriminalisasi? Jika tidak benar, itu berbahaya sebab ceramah Anda bisa memprovokasi umat Islam. Baghdad bisa resah akibat provokasi Anda,’’ tanya Abu Nuwas semangat.

‘’Sudahlah Abu Nuwas, diam kau! Mau jadi antek-antek istana ya? Apakah Anda tidak merasa musuh sudah mengepung kita. Di kepala saya ini bisa saya rasakan betapa banyak musuh yang jahat pada umat Islam. Tanya nurani Anda, wahai munafik!’’

Jadi, boro-boro si imam besar itu menjelaskan argumentasinya, dia malah cepat-cepat menuding Abu Nuwas sebagai munafik. Memberi label ‘’munafik’’ kepada lawan diskusi memang sedang jadi trend di Baghdad, apalagi jika lawan diskusi dirasa kuat dalam logika dan argumentasi. Jurus retoris ini dianggap paling ampuh untuk memojokkan lawan bicara, terutama ketika mereka tersudut atau logika berpikir mereka mulai jongkok.

Dituding-dituding oleh imam besar, gede dan tambun kayak gajah, Abu Nuwas mengkeret juga. Dia takut digebuk dan merasa kalah fisik. Tapi, bukan Abu Nuwas kalau tak punya 1000 akal. Dia pulang sambil tersenyum.

Benar saja, ketika terdengar azan Zuhur, Abu Nuwas bersiap-siap ke masjid. Tapi kali ini dia mengenakan baju perang, lengkap dengan baju zirah besi dan topi baja. Hanya saja, pedang di pinggangnya terbuat dari kayu. Karena baju besi yang dipakai terasa berat, Abu Nuwas pergi ke masjid mengendarai kuda perang juga.

Jamaah satu masjid kontan geger. Apa-apaan ini, kata mereka. Dari balik topi baja Abu Nuwas hanya menatap mereka satu per satu lalu menjawab dengan nada serius. ‘’Lho, bukankah tadi subuh kata imam besar kita dalam bahaya perang? Bukankah muazzin menyampaikan hayya alal-jihaad, artinya kita siap-siap perang?’’ Jamaah cuma geleng-geleng kepala.Tak lama, sang imam besar datang lalu memimpin salat. Tapi, Abu Nuwas tidak ikut salat. Dia tetap berdiri paling belakang, berjaga-jaga laksana tantara perang yang mengawal barisan.

Tak lama pedangnya diayun-ayunkan hingga menimbulkan suara berdesis, bahkan sesekali dibenturkan ke tembok dan lantai. Pokoknya Abu Nuwas benar-benar berisik, jamaah mulai terganggu. Demikian seterusnya Abu Nuwas bertingkah selama salat berlangsung. Sambil mengayun-ayunkan pedang, sesekali dia mengeluarkan suara gaduh: ‘’Ciaaaaaat …. Ciaaaaaat!’’ – beberapa jamaah sambil salat malah sampai menoleh ke arah Abu Nuwas padahal menoleh saat salat dilarang.

Begitu imam membaca salam tanda salat selesai, semua jamaah yang tadi terganggu oleh tingkah Abu Nuwas langsung berdiri dan mengepung pujangga Baghdad ini. Mereka mengeroyoknya, beberapa pukulan mendarat di wajah dan badan Abu Nuwas. Tapi Abu Nuwas malah terkekeh-kekeh menyaksikan tangan mereka kesakitan. Dia sudah berhitung akibat terburuk kelakuannya. Makanya dia baju besi. Jadi, alih-alih takut dikeroyok, Abu Nuwas malah merangsek ke depan, lalu dengan cepat menuju si imam besar.

Peletoook, Abu Nuwas memukulkan pedang kayunya ke kepala imam besar. Si tambun terpelanting ke lantai lalu diam. Lagi-lagi masjid geger. Abu Nuwas dibekuk. Tapi, karena tak mungkin memukuli Abu Nuwas yang mengenakan baju besi, jamaah masjid kemudian mengikat tangan Abu Nuwas lalu menyeretnya ke istana. Imam besar yang masih pingsan mereka naikkan ke atas kuda.

Dari masjid ke istana, para jamaah menggiring Abu Nuwas seperti menggiring tukang copet. Sesekali mereka bertakbir. Masyarakat ikut berkerumun mencari tahu apa yang terjadi. Karena itu, di depan istana orang-orang menunpuk.

‘’Abu Nuwas tertangkap. Tangannya terikat,’’ lapor pengawal kepada Khalifah Harun Al-Rasyid.

‘’Babak belur?’’ tanya khalifah.

‘’Tidak. Abu Nuwas memakai baju perang dari besi.

’’Kali ini khalifah yang kaget!

Di depan khalifah, imam besar yang marah dan jamaah masjid yang emosional segera melaporkan apa yang terjadi. Mereka menuntut agar Abu Nuwas dihukum gantung atas tiga kesalahan: meninggalkan salat, menggangu orang salat, lalu dengan sengaja menggetok kepala imam besar.

‘’Benar apa yang mereka laporkan itu, wahai Abu Nuwas,’’ kata Harun Al-Rasyid.

Sebelum menjawab pertanyaan khalifah, Abu Nuwas minta persidangan dilakukan di lantai tiga istana, agar pandangan terjauh ke luar istana bisa dijangkau semua orang. Meski heran atas permintaan Abu Nuwas, Harun Al-Rasyid setuju. Pasti ada akal bulus yang hendak diperlihatkan kancil satu ini, gumam khalifah.

Di lantai teratas istana, Abu Nuwas mulai melakukan pembelaan diri. Dia membantah tidak salat zuhur karena sebetulnya dia sedang melaksanakan salat khauf. Dalam Islam, salat khauf dilaksanakan saat terjadi perang. Ketika sebagian tantara Muslim salat, sebagian lain berjaga-jaga. Jika seluruh tantara salat di saat bersamaan, itu berbahaya karena sangat mungkin mereka diserang musuh secara tiba-tiba.

‘’Anda jangan main-main, Abu Nuwas,’’ kata khalifah. ‘’Memangnya kita sedang dalam kondisi perang? Mana musuh kita?’’

Abu Nuwas kemudian menceritakan apa yang dialaminya sejak subuh tadi, mulai dari mendengar lafal azan yang diganti ‘’hayya alal-jihaad’’ sampai mendengar alasan Munakkil Al-Yamani yang memerintahkan lafal azan diganti. ‘’Nah, karena imam besar ini mengatakan kita sedang dikepung musuh, Baghdad mencekam, maka saya salat memakai baju perang ini, paduka,’’ jelas Abu Nuwas.

Mendengar penjelasan Abu Nuwas, sang imam besar jadi kikuk. Dia sadar penyair Baghdad itu sudah membenturkan dirinya dengan khalifah. Apalagi setelah itu Harun Al-Rasyid yang terkenal berwibawa menoleh tajam ke arahnya lalu bertanya: ‘’Benarkah apa yang diceritakan Abu Nuwas itu, wahai Munakkil Al-Yamani?’’

‘’Benar paduka, sayalah yang memerintahkan muazzin mengganti lafal azan agar umat Islam siap perang. Kami merasa umat Islam dizalimi, ulama dikriminalisasi, ideologi Assasin dibiarkan bangkit kembali padahal ideologi itu berbahaya buat persatuan Baghdad. Kami merasa musuh Islam siap menyerang kami,’’ jelas Munakkil, yakin.

‘’Di mana musuh-musuh itu. Saya sengaja minta persidangan dilakukan di lantai teratas istana agar kita semua bisa melihat musuh dari jarak jauh. Tunjukkan di mana musuh Islam,’’ kata Abu Nuwas dengan nada jengkel.

‘’Ya, mana musuh-musuh Islam yang Anda maksud,’’ ulang khalifah.

‘’Musuh-musuh itu memang tidak terlihat, paduka khalifah. Tapi kami merasakannya ada. Mengapa kami merasa dizalimi, merasa ulama dikriminalisasi, merasa ada ideologi terlarang dibiarkan tumbuh di negeri ini, itu semua karena kami merasa di kepala kami musuh-musuh itu ada dan nyata,’’ tegas Munakkil Al-Yamani.

Setelah sang imam besar berkata seperti itu, tiba-tiba Abu Nuwas mendekat kepadanya, lalu pletooookkk … Pedang kayu Abu Nuwas lagi-lagi menghantam kepala Munakkil Al-Yamani. Si imam besar jatuh tersungkur.

‘’Abu Nuwas, jangan main hakim sendiri di persidangan. Anda bisa ditangkap,’’ teriak khalifah.

‘’Wahai khalifah yang mulia, saya tidak sedang main hakim sendiri. Barusan saya justru sedang menyelamatkan dia dari serangan musuh. Saat saya menggetok kepalanya di masjid tadi siang pun saya sedang menyelamatkannya dari serangan musuh,’’ jawab Abu Nuwas sopan.

‘’Musuh? Musuh yang mana?’’ hardik khalifah.

‘’Lho, bukankah tadi paduka sendiri juga mendengar, kata imam besar musuh Islam memang tidak nyata tapi ada di kepalanya?’’

Takbiiiiiirrrr ….

(Semoga menjadi jikmah dan inspirasi)


berbagai sumber (WAG)

FUNGSI ORGANISASI NAHDLATUL ULAMA (NU) DI MASYARAKAT PEDESAAN (Artikel)

Fung s i O rganisasi Na h dlatul Ul a m a ( N U ) di Mas y arakat P e des a an Oleh : Mokhlas Adi Putra, S.Pd.I. *)   N a hd lat ul U la ...