Oleh : Yulistiana
Febrian Rosayanti*)
Pada era
globalisasi ini, banyak pemuda dan pemudi Islam yang berperan penting dalam pembangunan
agama sehingga banyak pemikiran-pemikiran yang berkiblat pada realita
(tampak) sekarang yang terkadang tanpa mengkaji dan
membandingannya dengan pemikiran Ulama terdahulu. Hal tersebut yang menimbulkan
perbedaan logika antar pemuda-pemudi Islam realita, nampak pada kegiatan yang
telah terjadi sampai sekarang bahkan, sudah menjadi tradisi yang sangat melekat
seperti penggalangan dana pembangunan masjid.
Penggalangan
dana ini mempunyai banyak cara dalam pelaksanaannya
selain memasang kotak amal di dalam atau diluar masjid, panitia pembangunan
masjid bisa terjun langsung ke masyarakat dengan cara singgah dari
rumah ke rumah sekedar mengharap keikhlasan dalam mengapresiasi usaha tersebut.
Kegiatan tersebut dilakukan secara berkala sehingga, mencapai target yang akan dicapai.
Dari kegiatan
itulah banyak munculnya prespektif pro dan kontra. Salah satu perspektif kontra
yakni, “kegiatan tersebut tidak efektif
dalam mencari keikhlasan jamaah bahkan, dapat merusak nama baik organisasi yang
menaungi masjid atau lembaga kemasyarakatan lainnya”. Ungkapan ini disertai
dengan sikap acuh menyisihkan sebagian rezekinya. Mereka bukan hanya bersikap demikian
tanpa solusi yang dapat menghindari tradisi tersebut, dengan mengumpulkan infaq
pada setiap jamaah yang rutin setiap bulannya. Dari infaq tersebut direalisasikan
salah satunya dengan diperuntukkan untuk pembangunan
masjid. Alhasil, dari kegiatan tersebut tidak ada penggalangan dana dari rumah
ke rumah bahkan di pinggiran jalan.
Hal tersebut
timbul pula perbandingan antarorganisasi keagamaan antara berislam realita dan
berlogika. Problematika tersebut menjadi PR (Pekerjaan Rumah) bersama khususnya bagi PERGUNU dalam mengkaji kemudian
menanggapinya.
Jika dipandang
dari segi realita maka, pandangan realitalah yang sangat apik dalam menyikapi
hal tersebut tetapi, jika dikaji menurut Ulama terdahulu
yang berpedoman pada perjuangan di masa Kenabian, membangun suatu lembaga pendidikan
atau masjid merupakan sedekah yang menjadi amal jariyah.
Sedekah jariyah
atau amal jariyah merupakan salah satu amalan yang sangat dianjurkan bagi umat
Islam. Salah satu keistimewaan dari amal jariyah ini adalah pahala yang tidak
akan putus sekalipun orang tersebut meninggal dunia. Hal ini disebut dalam
hadist Nabi Muhammad SAW.
إِذَا
مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ: إِلَّا مِنْ
صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
– رواه مسلم والترمذيّ وأبو داود والنسائيّ وابن حبّان عن أبي هريرة
Artinya: Ketika
seorang manusia meninggal dunia, maka amalannya terputus kecuali tiga hal,
yaitu: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang mau
mendoakannya. (Hadits diriwayatkan oleh Imam Muslim, Imam at-Tirmidzi,
Imam Abu Dawud, Imam an-Nasa`i, dan Imam Ibnu Hibban bersumber dari Sayyidina
Abu Hurairah ra.
Permasalahan ini dapat disimpulkan bahwa, beramal bukan hanya diperuntukkan untuk orang atau golongan tertentu tetapi, semua lapisan umat Islam. Maka dari itu, berislam itu harus memandang realita dan memikirnya dengan logika.
*) Tim Departemen Penelitian dan Pengembangan (LITBANG)